Filsafat Mangulosi dan Jenis-Jenis Ulos

Mangulosi adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Kenapa begitu dan darimana semua ini bermula ?Beginilah filsafatnya, Dulu para nenek moyang kita selalu berusaha untuk menghangatkan tubuhnya dengan berbagai cara untuk kesehatan dan kenyamanan. Masalahnya, para leluhur kita hidupnya bukanlah di kota-kota besar, tetapi di pegunungan yang jauh di atas permukaan laut ( sea level ). Jadi jangan tersinggung kalau salah satu sebutan untuk bangso kita adalah ‘ Orang Gunung ‘.

Di daerah tadi, tentu saja suhunya sangat dingin dan leluhur kita selalu mencari akal untuk menciptakan rasa hangat yang ideal. Satu contohnya bisa kita lihat dari umpasa ini :

‘Sinuan bulu mambahen las ,
Sinuan partuturan sibahen horas’

Itulah sebabnya di kampung kita banyak sekali terdapat tanaman bambu = bulu. Selain dimaksudkan untuk menangkal musuh dan ancaman hewan buas, bambu tadi ternyata sengaja dibuat untuk menciptakan rasa hangat melingkupi rumah sekelilingnya. Logis kan…? Simpelnya begini, kawanan bambu yang saling mengait akan menghambat hembusan angin.

Leluhur kita menyebutkan bahwa ada 3 unsur kehidupan ; darah, nafas, dan rasa hangat. Hangat dalam bahasa kita adalah ‘ las ‘. Kita tentu paham ucapan semacam ‘ las roha ‘..adalah ungkapan yang menggambarkan rasa sukacita yang dalam. Dari sini, kita makin paham, kehangatan adalah hal yang teramat di inginkan bangso kita.

Dulu, leluhur mengandalkan sinar matahari dan perapian sebagai pencipta rasa hangat. Tapi setelah dipikir-pikir…matahari itu datang dan pergi tanpa bisa dikontrol, lagipula datangnya siang hari. Sementara malam hari dinginnya minta ampun. Api tidak praktis digunakan waktu tidur karena resikonya besar.

Akhirnya ditemukanlah Ulos. Jangan heran kalau ulos yang kita kenal sekarang dulunya dipakai tidur lho. Tapi jangan salah juga, dulu..kualitasnya jauh lebih tinggi, tebal, lembut, dan motifnya sangat artistik.

Sejak saat itu, ulos makin digemari karena praktis. Kemana saja mereka melangkah, selalu ada ulos yang siap membalut tubuhnya dalam kehangatan. Ulospun jadi kebutuhan yang vital, karena sekaligus juga dijadikan bahan pakaian yang indah = uli. Kalau ada pertemuan kepala-kepala kampung, seluruh peserta melilitkan ulos di tubuhnya.

Sedemikian pentingnya ulos ini untuk kehidupan sehari-hari, sehingga para leluhur kita selalu memilih ulos sebagai hadiah atau pemberian untuk orang-orang yang mereka sayangi.
Nyatalah sekarang umpasa yang mengatakan :
‘ Si dua uli songon na mangan poga,
malum sahit bosur butuha ‘
Akhirnya, ulos pun masuk dalam adat yang sakral dan dibuat aturannya. Kita harus paham aturan-aturan yang dimaksud :

– Ulos hanya diberikan kepada pihak kerabat yang tingkat partuturannya lebih rendah. Misal: dari hulahula untuk parboruan; dari orangtua untuk anak-anaknya; dari haha untuk angginya. Jadi kita tak akan pernah menemukan orang Batak yang mangulosi orang tuanya sendiri atau ada seorang adik yang tanpa perasaan bersalah mangulosi abangnya. Tak ada itu.

– Karena ulos telah dibuat menjadi beberapa macam, sudah barang tentu tidaklah sembarangan memberi ulos (mangulosi) kepada orang-orang. Misalnya Ragidup sebagai ulos panggomgom untuk ina ni hela, Sibolang atau Ragihotang sebagai ulos pansamot untuk ama ni hela.
Cara pemakaian ulos ada 3 :
1. Siabithononton ( dipakai ) : Ragidup, Sibolang, Runjat, Djobit, Simarindjamisi, Ragi Pangko.
2. Sihadanghononton ( dililit di kepala atau bisa juga ditengteng ) : Sirara, Sumbat, Bolean, Mangiring, Surisuri, Sadum.
3. Sitalitalihononton ( dililit di pinggang ) : Tumtuman, Mangiring, Padangrusa.

Jaman sekarang, terutama Batak yang sudah tinggal di kota, ulos mutlak digunakan sebagai pendukung ritual adat saja, karena ulos = blanket yang macam-macam sudah bisa kita dapatkan dengan mudah dan sekarang kebanyakan dari kita pasti berpikiran kalau memakai ulos akan kelihatan seperti orang bodoh. Apa boleh buat, itu tergantung dari selera, pergaulan, dan sejauh mana kita mencintai ulos. Tapi terus terang saya tidak bisa memastikan itu salah, benar, atau tidak salah dan tidak benar.

Sekedar informasi saja, di Surabaya sini banyak sekali orang Madura yang bangga menggunakan pakaian khas daerahnya di depan public, dan jangan bilang kalau mereka itu kampungan ! Kita harus berterima kasih kepada Martha Ulos atau Eva Gracia Ulos yang mau melestarikan seni maha kaya ini.

Berikut adalah jenis-jenis ulos yang biasa digunakan dalam acara adat sekarang ini. Jadi kalau ada jenis ulos yang anda ketahui, tapi tidak tercantum disini, anda boleh menambahi berdasarkan fakta dan persetujuan kita semua. Kita memang kehilangan lecture asli mengenai ragam ulos. Tanpa ada kesan menghakimi, saya menduga, orang Belanda telah mencurinya ( Probably ).
Ada 12 jenis berdasarkan motif dan fungsinya dalam ritual adat :

MANGIRING
Sering diberikan sebagai ulos parompa = gendongan anak, juga dihadiahkan kepada dua kekasih ataupun pasangan muda, dengan harapan, anak yang akan memakai parompa ini akan terus dalam iringan oangtuanya.
Kepada pasangan pengantin, ulos ini diberikan sembari mengucapkan sebait umpasa :
‘ Giringgiring gostagosta,
sai tibu ma hamu mangiringiring huhut mangompaompa ‘
Cara memakainya : sitalihononton atau sinampesampehon = dijadikan selendang.

MANGIRING PINARSUNGSANG
Ulos ini diberikan kalau ada acara adat yang masisuharan/marsungsang = kacau. Misalkan, ada pihak yang semula adalah hulahula kita, tapi kemudian menjadi pihak boru karena alasan pernikahan. Ulos inilah yang patut diberikan kepada pengantin sembari berucap :
‘ Rundut biur ni eme mambahen tu porngisna,
masijaitan andor ni gadong mambahen tu ramosna ‘
artinya, biarlah partuturon jadi sedikit kacau kalau itu demi kebaikan. Lihatlah, betapa mulia adat kita Batak. Seharusnya kita bangga.
Cara memakainya : sitalihononton atau sinampesampehon.

BINTANG MAROTUR/MARATUR

Beginilah leluhur kita menyebut ulos ini : On ma ulos ni Siboru Habonaran, Siboru Deak Parujar, mula ni panggantion dohot parsorhaon, pargantang pamonori, na so boi lobi na so boi hurang. Artinya adalah kebijaksanaan.
Sekedar info, Deak Parujar adalah tokoh Batak paling bijaksana dan ini akan saya rampungkan dalam kisah tarombo.
Ulos ini juga disebut sebagai siatur maranak, siatur marboru, siatur hagabeon, siatur hamoraon.
Cara memakainya : sitalihononton atau sinampesampehon.

GODANG
Disebut juga Sadum atau Sadum Angkola. Indah nian ulos ini, dan harganya pun cukup indah. Walaupun derajat ulos ini masih di bawah Ragidup, kalau masalah harga ulos ini jangan diadu.
Ulos godang kita berikan kepada anak kesayangan kita, yang membawa sukacita dalam keluarga. Inilah yang diharapkan dengan adanya pemberian ulos ini, supaya kelak si anak makin membawa hal-hal kebajikan yang godang = banyak, mencapai apa yng dicita-citakannya dan mendapat berkat yang godang pula dari Debata = Tuhan.
Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon

RAGIHOTANG

Ulos inilah yang umumnya lebih banyak diuloshon = diberikan saat ini. Kelihatan sangat anggun saat ulos ini diuloshon = dipakaikan = disandangkan, terlebih kalau jenisnya dari motif yang paling bagus. Ragihotang terbaik disebut ‘ Potir si na gok ‘.
Ada beberapa umpasa yang bisa digunakan ketika manguloshon yang satu ini, yakni :

‘ Hotang do ragian, hadanghadangan pansalongan sihahaan gabe sianggian, molo hurang sinaloan ‘
‘ Hotang binebebebe, hotang pinulospulos unang iba mandele, ai godang do tudostudos ‘
‘ Tumbur ni pangkat tu tumbur ni hotang tu si hamu mangalangka sai di si ma hamu dapotan ‘
‘ Hotang hotari, hotang pulogos gogo ma hamu mansari asa dao pogos ‘
‘ Hotang do bahen hirang, laho mandurung porapora sai dao ma nian hamu na sirang, alai lam balga ma holong ni roha ‘
‘ Hotang diparapara, ijuk di parlabian sai dao ma na sa mara, jala sai ro ma parsaulian ‘
Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon

SITOLUNTUHO/SITOLUTUHO

Ada keistimewaan dari ulos ini, terlihat jelas dalam motif gorganya terdapat tolu = tiga tuho = bidang arsiran. Tak salah lagi ini pasti menggambarkan Dalihan Na Tolu ( baca souvenir sebelumnya ‘ Paratur ni Parhundulon ‘ ). Jadi jelaslah tujuan ulos ini diberikan. Setelah wejangan Dalihan Na Tolu diberikan, kita jangan lupa manghatahon = mengucapkan ‘ sitolu saihot ‘, yakni :

1. Pasupasu asa sai masihaholongan jala rap saur matua :
‘ Sidangka ni arirang na so tupa sirang,
di ginjang ia arirang, di toru ia panggongonan.
badan mu na ma na so ra sirang, tondi mu sai masigomgoman ‘

2. Pasupasu hagabeon :
‘ Bintang na rumiris ombun na sumorop
anak pe di hamu riris, boru pe antong torop ‘

3. Pasupasu pansamotan :
‘ Bona ni aek puli, di dolok Sitapongan,
sai ro ma tu hamu angka na uli, songon i nang pansamotan ‘
Cara memakainya : sinampesampehon.

BOLEAN
Ulos ini diberikan kepada anak yang kehilangan orangtua nya. Bolean = membelaibelai, dimaksudkan untuk mangapuli = membelai hati si anak agar selalu tabah.
Cara memakainya : sinampesampehon.

SIBOLANG
Disebut juga sibulang dan diberikan kepada orang sibulang = orang yang dihormati karena jasanya. Misalkan ulubalang yang mengalahkan musuh, atau yang bisa membinasakan binatang pemangsa yang mengganggu.
Jaman sekarang, ulos ini diberikan kepada amang ni hela dan ulos ini disebut sebagai ulos pansamot na sumintahon supaya amang ni hela tadi bisa menjadi tempat bersandar dan berlindung, na gogo mansamot jala parpomparan sibulangbulangan :
‘ Marasar sihosari di tombak ni panggulangan
sai halak na gogoma hamu mansari jala parpomparan sibulangbulangan ‘
Ulos sibolang juga sering dipakai untuk menghadiri upacara kematian. Sekaligus ulos ini dililitkan di kepala dari namabalu = isteri/suami yang ditinggalkan.
Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon

RAGIDUP
Betapa sulit dan lelahnya membuat ulos ini, karena motifnya sungguh rumit. Dan memang inilah ulos paling tinggi derajatnya dalam adat kita Batak. Kalau kita cermati rupa gorga dalam ulos ini, seolah-olah semuanya hidup dan bernyawa. Itu sebabnya dinamakan Ragidup ( aragi = hidup ). Inilah ulos simbol kehidupan. Umumnya orang Batak ingin hidup dalam waktu yang lama dan jarang/tidak pernah ada orang Batak yang saya dengar bunuh diri. Orang Batak tak takut hidup dalam kemiskinan yang mendera untuk terus berjuang demi hidup. Kita adalah survivors. itu sebabnya ada umpasa seperti berikut :
‘ Agia pe lapalapa asal di toru ni sobuan
agia pe malapalap asal ma di hangoluan,
ai sai na boi do partalaga gabe parjujuon ‘

Bagian-bagian dari ulos ragidup, namanya dan artinya :
– Ada dua sisi tepi sebagai batas, yang menjelaskan kalau semua yang ada di dunia ini ada batasnya.
– Dua sisi tadi mengapit tiga bagian dan disebut ‘ badan ‘. Bagian paling ujung dimana bentuknya kelihatan sama disebut ‘ ingananni pinarhalak ‘. Ingananni pinarhalak terbagi dua lagi , yakni ingananni pinarhalak baoa dan ingananni pinarhalak boruboru.
bagian ‘ badan ‘ tadi warnanya merah kehitaman dan ditingkahi garis-garis putih yang disebut ‘ honda ‘. Ingananni pinarhalak tadi adalah simbol hagabeon, maranak dan marboru. Masih terdapat tiga simbol lagi di sana, yakni :

1. Antinganting, adalah simbol hamoraon, karena antinganting biasanya terbuat dari emas.
2. Sigumang = beruang, yakni simbol kemakmuran. Beruang adalah binatang yang bekerja tepat dan efisien, tidak banyak aksi.
3. Batu ni ansimun, melambangkan hahipason ( ansimun sipalambok, taoar sipangalumi ).

Di celah ketiga simbol ini, ada lagi macam bunga yang disebut ‘ipon’, dan di celah iponipon tadi ada yang disebut dengan ‘rasianna’.
Cara mangarasi = memeriksa Ragidup yang baik :
1. Ulos itu kelihatan jernih
2. Tenunannya rapi dan ukurannya benar ( Martha Ulos mungkin tahu, atau Belanda ? )
3. Honda harus berjumlah ganjil.
4. Jumlah ipon harus benar.
Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon.

RAGIDUP SILINGGOM

Perbedaan ulos ini dengan Ragidup biasa adalah bagian ‘ badan ‘. Ulos ini punya badan yang kelihatan lebih linggom = gelap. Ulos inilah yang paling tepat diberikan kepada anak yang punya pangkat dan punya kuasa, dengan maksud, kita bisa marlinggom = berlindung di bawah kebijaksanaannya. Ini bisa juga kita berikan kepada petinggi yang mendatangi kampung kita.
Ragidup Silinggom tidak diperjual belikan. Tapi entahlah ada pihak tertentu yang melakukannya. Sebenarnya, ulos jenis ini hanya akan ditenun bila ada pemesannya.
Cara memakainya : sinampesampehon.

PINUSSAAN
Masih termasuk Ragidup. Cara memakainya pun sama.

Ini ulos yang eksentrik. Rambu-rambunya tidak dipotong hingga kedua ujungnya bersatu sebagaimana layaknya kain sarung. Dan hanya wanita lah yang memakai ulos ini. Dimaksudkan, agar mereka kelihatan sopan karena ini pakaian rumahan. Jenis ini juga paling banyak dijadikan parompa.
Dinamakan lobulobu supaya segala kebaikan marlobu = masuk ke rumah orang yang memakainya.
Apabila ada boruboru yang menggendong ibotonya = adik laki-laki yang kecil, dia akan bersenandung :
‘ Ulos lobulobu marrambu ho ditongatonga
tibu ma ho ito dolidoli, jala mambahen si las ni roha ‘

Apabila dia menggendong adik perempuannya, dia akan bersenandung :
‘ Ulos lobulobu marrambu ho ditongatonga
sinok ma modom ho anggi, suman tu boru ni namora ‘

Tinggalkan komentar